It’s amazing. Dan Indah bersyukur banget bisa nemenin Mas Aldo kuliah S2 di Inggris.
Buat yang baru kenal dan stumbled upon blog ini (hai halo!), backstorynya, Indah sudah kuliah S2 dari University College London jurusan MSc Development Administration and Planning dan lulus November 2015. Indah pulang lah langsung ke Indonesia, jungkir balik adaptasi reverse culture shock, nikah sama longtime soulmate Refaldo Fanther Juli 2016. Pas Mas Aldo dapat beasiswa LPDP untuk kuliah MBA di Newcastle University, Inggris bulan September 2016, kita setuju untuk berangkat berdua: Mas Aldo kuliah, Indah tetap kerja secara remote/home-based/digital nomad untuk Good News from Indonesia dan Hotcourses Indonesia.
Tapi apakah perjalanan keluarga baru dan tinggal di luar negeri isinya bunga-bunga dan kastil cantik aja? Ini dia at least dari perspektif Indah, khususnya berdasarkan pengalaman pernah kuliah juga di London secara solo waktu belum berkeluarga.
Ini dia video diskusi tentang masalah ini langsung dengan Indah dan Refaldo Fanther!
- Adaptasi Awal Mudah Banget
Simple karena udah pernah dan tau first things to do when you arrive in UK. Datang di Newcastle, langsung tau harus beli peralatan kamar, dapur, dan kamar mandi di mana dengan harga murah, tau cara beli tiket bis dan metro, tau cara set up tabungan biar bisa cepet lapor kedatangan ke LPDP, bahkan tau cara urusan sama landlord ketika ada trouble di tempat tinggal kita (hint: atap rumah roboh, wth was going on?? Tapi itu ceritanya panjang, lain kali aja haha).

So, 3 hari pertama di rumah, Aldo udah bisa fokus belajar, cari buku ke perpustakaan, meet up sama teman sekelas, sementara Indah juga bisa lanjut kerja untuk kantor di Indonesia.
- Bonding Keluarga yang Kuat & No Homesick
Cheesy sih, tapi it really matters. Bukan hanya untuk yang baru berkeluarga, tapi juga yang udah lama. Kuliah di luar negeri itu perjalanan yang luar biasa, dengan berbagai tantangan dan kesempatan yang berpengaruh sama outlook seseorang. What if salah satu pasangan tumbuh dan maju ke jalannya sendiri, sementara yang lain ke jalan yang lain?
Dalam hati, Indah senang karena finally, Aldo ngerti juga susah-susahnya Indah dulu kuliah, dan finally Aldo sees what I saw and desperately wanted to share waktu dulu. Dan Indah juga bisa bantu kalo Aldo ada kesulitan belajar, bantu ngecekin esainya, sampai decoding critical thinking yang diekspektasi dosen itu gimana. We grow together. No galau pusing kangen rumah, because we find home in one another. #azek

- Nambah 1000 Skills dan Life Hacks untuk Berhemat
Mahasiswa = berhemat. Indah juga udah bikin tulisan tips-tips berhemat di blog ini beberapa kali. Tapi jadi mahasiswa dan bawa keluarga, skill hematnya harus beyond juga J Kalau masak mungkin udah biasa, tapi kita sampe bikin chocochip cookies, churros, cupcake, granola, energy bar, es krim, frozen yoghurt, itu udah beyond dari standar Indah waktu kuliah sendirian. Kalau homemade lebih murah dan enak, kita ga suka beli lagi.
Kita juga jadi jago cari baju bagus di charity shops, nonton bioskop half price, sampai liburan deket tapi tetep quality time (Cek: Tips Liburan Murah Ala Mahasiswa)
Jadi tantangannya apa?
- Susah Cari Akomodasi & Keuangan Sering Tipis
Cari akomodasi ini yang bikin setres pas awal persiapan berangkat. Pilihan untuk couple agak tricky: 1) studio untuk couple dengan private kitchen dan shower yang harganya 2x lipat harga single, 2) sharing rumah sama orang tapi kita tinggal satu kamar berdua dan less privacy, atau 3) sewa satu rumah dengan harga sedikit lebih murah tapi jauh dari kampus. Akhirnya kita pilih dan ada rejekinya untuk opsi nomor 3.
Kita habis sekitar 52% biaya hidup per bulan untuk rumah dan bill. Kita langsung ambil 5-10% untuk tabungan tiap bulan. Sisanya baru spending untuk sehari-hari. Ada tunjangan keluarga dari beasiswa LPDP sebesar 25% setelah bulan ke-6 (ke depannya hanya untuk mahasiswa S3). Tapi seringnya sebelum allowance berikutnya turun, uangnya hampir habis hahaha..

- Jarang Hangout Sama Sebaya
Kita sering ketemu dan nebeng di temen mahasiswa kalua di luar kota. Kita beberapa kali ikut acara PPI Newcastle, but that’s it, I guess?
Mungkin karena kita jarang ada chance dan kebutuhan untuk reach out dan bikin deep bonding sama sebaya seperti kalau kita kuliah flying solo? Mungkin karena udah merasa content dengan diri sendiri dan ga ada fear of missing out? Meskipun kadang juga Indah suntuk karena terisolasi dengan kerjaan di rumah (cek: Digital Nomad Problems), jadi jalan ke luar dan ketemu temen itu jadi kebutuhan biar tetep sehat lahir batin.

- Kena Stereotype
X: “Indah jurusan apa?”
Indah: “Oh ga, suami gue (Aldo) yang kuliah.”
X: “Oh di rumah aja berarti? Enak dong Aldo kalo pulang tinggal makan.”
Ini Aldo dan Indah sama-sama suka irritated kalo obrolan gini (lol). Kata Aldo: “Emangnya Mas Aldo gak bantuin di rumah?” Kata Indah: “Emangnya di rumah Indah ga ada kerjaan selain masak?”
Masalahnya bukan masak ga masaknya, cuma kadang ada asumsi patriarki suami kuliah dan sukses, istri tinggal ngikut dan nurut aja. Dan kita berdua bukan tipikal pasangan yang kaya gitu. No offense to anyone. Just saying.
Jadi sekarang kalau kita ada social events terus, ada pertanyaan lagi,
X: “Indah jurusan apa?”
Aldo: “Oh, dia mah udah lulus S2nya, dari UCL. Udah lama. Lebih pinter dari gue.”
X: “Oh berarti dari dulu belum pulang? Sekarang kegiatannya apa?”
Indah: *cerita backstory blog ini*
Mudah-mudahan post ini bisa ngasih gambaran buat teman-teman yang sedang persiapan untuk kuliah bawa keluarga di luar negeri. Haha.. Silakan komen pengalaman kalian dan share artikel ini biar bisa saling bantu! Cheers xoxo
Tags: beasiswa LPDP, Development Planning Unit, Family Allowance, Kuliah Bawa Keluarga ke Luar Negeri, Kuliah Luar Negeri, LPDP Living Allowance, LPDP Tunjangan Keluarga, Mahasiswa Newcastle University, MBA Newcastle University, Tunjangan Keluarga, University College London
Leave a Reply